Potongan PPh Kemenkeu: Tujuan, Dampak, dan Manfaat bagi Industri Nasional


Apa Itu Potongan PPh (Insentif PPh) dari Pemerintah

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah beberapa kali menerbitkan kebijakan potongan atau pelonggaran Pajak Penghasilan (PPh) sebagai bagian dari stimulus fiskal. Salah satu contoh terkini adalah insentif PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) untuk pekerja di industri padat karya.

Insentif PPh Pasal 21 DTP ini berlaku sejak Februari 2025. Karyawan yang memenuhi kriteria tertentu akan mendapatkan PPh Pasal 21-nya ditanggung pemerintah, yang artinya penghasilan bersih yang diterima akan lebih besar karena tidak ada pemotongan pajak PPh 21. 


Tujuan Pemerintah Memberikan Insentif PPh

  1. Menjaga daya beli masyarakat
    Salah satu tujuan utama dari kebijakan ini adalah agar gaji karyawan tidak banyak tergerus oleh pajak, terutama di tengah beban kenaikan biaya hidup akibat inflasi, kenaikan harga PPN, atau fluktuasi harga kebutuhan pokok. Dengan PPh 21 DTP, upah bersih karyawan bisa lebih tinggi, yang meningkatkan kemampuan konsumsi mereka. 

  2. Mendorong produktivitas dan stabilitas industri padat karya
    Industri-industri yang mempekerjakan banyak tenaga kerja (industri padat karya seperti tekstil, pakaian jadi, alas kaki) sering terdampak paling besar dari peningkatan biaya operasional dan pajak. Dengan beban pajak yang lebih ringan bagi pekerjanya, perusahaan bisa lebih fokus ke produksi, menjaga tenaga kerja tetap bekerja, dan mungkin mengurangi risiko PHK.

  3. Menyeimbangkan kebijakan fiskal dan ekonomi
    Kebijakan potongan pajak biasanya diambil bersamaan dengan langkah-langkah lain seperti kenaikan PPN. Misalnya, pemerintah menaikkan tarif PPN, lalu memberikan kompensasi dalam bentuk potongan PPh untuk meminimalisasi dampak negatifnya terhadap masyarakat.

  4. Menarik investasi dan memperkuat daya saing industri dalam negeri
    Dukungan pajak memberikan sinyal positif bahwa pemerintah mendukung sektor industri. Ini bisa memicu investor untuk masuk atau memperluas usahanya, terutama dalam industri padat karya. Dengan biaya tenaga kerja yang lebih terkendali (setelah pajak), produk lokal bisa lebih kompetitif dibanding impor. 


Dampak terhadap Industri

Dampak Positif

  • Peningkatan konsumsi domestik
Karena pekerja mendapatkan penghasilan bersih lebih tinggi, daya beli naik. Ini bisa memperkuat permintaan barang dan jasa lokal, yang pada akhirnya menaikkan produksi dalam negeri.
  • Stabilitas jumlah tenaga kerja
Dengan beban pajak yang dikurangi, perusahaan padat karya akan lebih mungkin menjaga tenaga kerja tetap bekerja (menghindari PHK) karena beban biaya yang bertambah tidak terlalu berat.
  • Efisiensi operasional perusahaan
Perusahaan bisa menggunakan kembali dana yang sebelumnya untuk pajak PPh menjadi dana operasional, pelatihan, atau investasi teknologi yang meningkatkan produktivitas.
  • Menarik investor dan memperluas usaha
Insentif pajak dianggap sebagai keunggulan kompetitif oleh investor. Jika negara memudahkan beban pajak, investor luar atau lokal akan lebih tertarik membuka atau memperbesar pabriknya di Indonesia.

Dampak Potensial Negatif / Tantangan

  • Beban fiskal negara
Potongan PPh yang “ditanggung pemerintah” berarti penerimaan pajak menurun, sehingga pemerintah harus menyiapkan anggaran pengganti atau menyesuaikan keuangan lainnya.
  • Pemanfaatan yang tidak tepat sasaran
Jika syarat dan verifikasi kurang ketat, ada kemungkinan insentif bisa dinikmati oleh pihak yang sebenarnya tidak benar-benar membutuhkan atau tidak sesuai industri padat karya.
  • Sifat sementara
Kebijakan ini biasanya bersifat temporer. Bila tidak diperpanjang atau tidak diikuti dengan kebijakan lain, efeknya bisa hanya jangka pendek. Industri harus siap bila suatu saat insentif ini dihentikan.
  • Persaingan impor
Meski insentif membantu, jika produk impor dengan kualitas dan harga lebih murah tetap masuk tanpa hambatan, industri dalam negeri mungkin masih kesulitan bersaing.

Berapa Kenaikan Gaji (Take Home Pay) yang Bisa Diperoleh?

Berdasar laporan dari berbagai sumber:

  • Untuk pekerja di sektor horeka (hotel, restoran, kafe) dengan gaji ≤ Rp 10 juta/bulan, tambahan take home pay karena PPh 21 DTP bisa berkisar Rp 60.000 sampai Rp 400.000 per bulan tergantung besar gaji & komponen penghasilan tetap/tunjangan tetap.
  • Contoh: bila seorang karyawan memiliki penghasilan bruto bulanan misalnya Rp 9.000.000 dan sebelumnya dikenai potongan PPh 21 (misalnya sekitar Rp 200-500 ribuan tergantung tarif), dengan fasilitas DTP, maka potongan tersebut menjadi ditanggung pemerintah → sehingga gaji bersih / yang diterima plus tambahan neto sesuai besarnya PPh yang sebelumnya dipotong. Besaran persisnya tergantung struktur gaji dan tarif PPh yang berlaku. 

Jadi kenaikan “bersih” bisa kecil seperti Rp 60 ribu sampai ratusan ribu rupiah, tergantung skala gaji dan tunjangan tetap yang dimiliki karyawan. Untuk karyawan yang tedampak adalah:

  1. Karyawan di Industri Padat Karya
    Industri tekstil, pakaian jadi, alas kaki, furnitur, industri kulit & barang dari kulit. Mereka yang penghasilannya bruto tetap/tetap + tunjangan tetap ≤ Rp10 juta per bulan. Pegawai tetap atau tidak tetap.
  2. Karyawan Horeka (hotel, restoran, kafe)
    Pemerintah sudah memperluas insentif ke sektor horeka untuk karyawan dengan gaji ≤ Rp10 juta/bulan. Jumlah yang terdampak di sektor horeka adalah sekitar 552.000 orang pekerja.
  3. Pegawai tetap / tidak tetap yang memiliki NPWP/NIK terintegrasi. Mereka yang bekerja pada perusahaan dengan Kode Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) yang termasuk sektor-sektor yang diatur dalam PMK.

Kesimpulan

Potongan atau insentif PPh dari Kementerian Keuangan, khususnya PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah untuk industri padat karya, adalah langkah strategis yang memiliki banyak manfaat: menjaga daya beli pekerja, mendorong produksi, memperkuat industri lokal, dan menjaga stabilitas ekonomi. Namun, agar kebijakan ini efektif, harus dibarengi dengan regulasi yang jelas, syarat yang ketat, serta monitoring yang baik agar manfaatnya maksimal dan tepat sasaran.


Rekomendasi untuk Industri & Pemerintah

  • Industri harus memantau pengumuman resmi, memastikan apabila memenuhi syarat, segera mengajukan insentif agar bisa memanfaatkannya.
  • Perusahaan bisa merencanakan anggaran internalnya agar tidak terlalu tergantung pada insentif pajak; tetap optimalkan efisiensi produksi.
  • Pemerintah perlu evaluasi berkala: apakah insentif sudah memberikan efek yang diharapkan; jika perlu diperpanjang atau diubah syaratnya agar lebih tepat sasaran.
  • Transparansi: tentang bagaimana laporan realisasi insentif dilaporkan dan ditindaklanjuti agar publik dan industri bisa percaya kebijakan ini bukan hanya jangka pendek.


Lebih baru Lebih lama